Jumat, 24 Juni 2011

PEMANFA’ATAN BARANG ‘ARIYAH DALAM PERSPEKTIF MADZAHIB AL-ARBA’AH

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Banyak dikalangan masyarakat mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi diantaranya baik kebutuhan yang bersifat primer (pokok), sekunder (tambahan) dan tersier (sampingan); dengan artian ada kebutuhan yang wajib mereka utamakan seperti kebutuhan sandang, papan dan pangan. Ada juga kebutuhan sekunder (tambahan) yang sifatnya sunnah seperti kebutuhan akan perabotan rumah tangga dan juga kebutuhan sampingan seperti mobil, kulkas, rumah mewah dan lain sebagainya.
Berangkat dari adanya kebutuhan diatas, agama Islam sebagai agama yang rahmatan li al-’alamiin telah banyak memberikan solusi terhadap problematika yang dialami umatnya baik melalui Al-Qur’an dan Al-Hadis; sebagai pegangan utama maupun Ijma’ dan Qiyas yang telah disepakati oleh kalangan ulama.
Di antaranya adalah norma/norma yang mengatur tentang masalah mu’amalah. Lebih spesifiknya hal yang terkait dengan masalah ‘ariyah yang merupakan solusi terbaik dalam memecahkan masalah jika kita tidak mempunyai benda/barang yang menjadi kebutuhan kita, terutama kebutuhan yang bersifat primer yang pemenuhannya sangat mendesak.
Sebagaimana anjuran Allah SWT, dengan firmannya,
وتعاونوا على البر والتقوى ولاتعاونوا على الاثم والعدوان (المائدة. 2)
”Dan tolong-menolonglah kamu untuk berbuat kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu tolong-menolong untuk berbuat dosa dan permusuhan” (Al-Maidah:2)
Akan tetapi banyak orang kadang menyalah artikan subtansi yang terkandung pada ayat diatas, yang mana tujuan akhirnya hanya untuk memenuhi kebutuhannya saja tanpa memikirkan yang lain. Karena ayat diatas mengidentifikasikan tentang mempererat jalinan silaturrahim/hubungan dengan sesama manusia untuk memudahkan kita menjalin hubungan dengan Allah SWT (حبل من الله).
Oleh karena itu, dalam pembahasan makalah ini, penulis menguraikan dengan secara jelas tentang aqad ’ariyah yang pembahasannya kami kerucutkan untuk mengetahui barang apa saja yang bisa di’ariyahkan, prosedurnya menurut perspektif madzahib al-arba’ah dan yang terakhir adalah hal-hal yang menjadi tanggungan mu’ir ketika menyalahi prosedur yang telah disepakati oleh kalangan ulama terutama ulama madzahib al-arba’ah.
B. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini sebagaimana berikut:
1. Bagaimanakah mekanisme pemanfa’atan barang ’ariyah menurut perspektif madzahib al-arba’ah?
2. Hal apakah yang akan terjadi bila musta’ir menyalahi mekanisme pemanfa’atan barang ’ariyah?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah dan latar belakang yang telah dideskripsikan di atas,maka penulaisan makalah ini bertujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui mekanisme pemanfa’atan barang ‘ariyah menurut perspektif madzahib al-arba’ah.
2. Untuk mengetahui hal-hal yang dilakukan mu’ir jika menyalahi mekanisme dalam pemanfa’atan barang ’ariyah.
D. Metode Penulisan
Metode penulisan yang di gunakan dalam makalah ini penulis menggunakan bebera metode diantaranya:
1. Deduktif, menarik kesimpulan dari pernyataan umum menuju pernyataan khusus;
2. Dialektis, mengemukakan dua atau lebih teori atau madzhab lain yang berlawanan dan dirumuskan menjadi suatu kesimpulan;
3. Analogis, pembahasan dengan jalan mengqiyaskan pada dalil yang sudah ada.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini dibagi menjadi tiga bab, yang masing-masing bab memiliki jangkauan yang berbeda sesuai dengan tuntutan penulisan sub makalah.
BAB I
PENDAHULUAN : Memberikan diskripsi masalah yang hendak dibahas secara menyeluruh mencakup, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II
PEMBAHASAN : Menguraikan tenteng devinisi ‘ariyah, dasar-dasar hukum ‘ariyah baik Al-Qur’an maupun Al-Hadits, rukun dan syarat ‘ariyah, tatacara pelaksanaan ‘ariyah, Fonomena-fonomena yang muncul di masyarakat, analisa penulis mengenai permasalahan-permasahan yang sedang dibahas terkait dengan ‘ariyah
BAB III
PENUTUP : Berisi tentang kesimpulan dan saran-saran yang dipandang perlu sebagai pertimbangan bagi mu’ar dan musta’ar khususnya dalam menyikapi problematika dalam akad ‘ariyah.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
1. Pinjam Meminjam (‘ariyah)
Menurut etimologi ‘ariyah ialah (العارية) diambil dari kata (عار) yang berarti datang dan pergi. Menurut sebagian pendapat, ‘ariyah berasal dari kata (التعاور) yang sama artinya dengan (التداول او التناوب) (saling menukar dan mengganti), yakni dalam tradisi pinjam-meminjam.
Sedang menurut terminologi, ‘ariyah ada beberapa pendapat:
a. Menurut Hanafiyah, ‘ariyah adalah:
تمليك المنافع مجانا
"Memilikkan manfaat secara cuma-cuma"
b. Menurut Malikiyah, ‘ariyah adalah:
تمليك منفعة مؤقتة لا بعوض
"Memilikkan manfaat dalam waktu tertentu dengan tanpa imbalan.”
c. Menurut Syafi'iyah, ‘ariyah adalah:
إباحة الانتفاع من شخص فيه اهلية التبرع بما يحن الانتفاع به مع بقاء عينه ليرده على المتبرع
“Kebolehan mengambil manfaat dari seseorang yang membebaskannya, apa yang mungkin untuk dimanfaatkan, serta tetap dzat barangnya supaya dapat dikembalikan kepada pemiliknya.”

d. Menurut Hanabila, ‘ariyah adalah:
اباحة نفع العين بغير عوض من المستعر أو غيره
“Kebolehan memanfaatkan suatu dzat barang tanpa imbalan dari peminjam atau yang lainnya.”
e. Ibnu Rif'ah berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ‘ariyah ialah:
إباحة الانتفاع بما يحل الإنتفاع به مع بقاء عينه ليرده
“Kebolehan mengambil manfaat suatu barang dengan halal serta tetap dzatnya supaya dapat dikembalikan.”
f. Menurut al-Mawardi, yang dimaksud ‘ariyah adalah:
هبة المنافع
“Memberikan manfaat-manfaat.”
g. ‘Ariyah adalah kebolehan mengambil manfa'at barang-barang yang diberikan oleh pemiliknya pada orang lain tanpa ganti.
Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukan oleh beberapa ahli Fiqih di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud '‘‘ariyah adalah memberikan manfa'at suatu barang dari seseorang kepada orang lain secara cuma-cuma (gratis) dan dzat barang yang dipinjamkan harus tetap (Baqa’). Dengan artian bahwa setiap benda/barang yang bias diambil kemanfa’atannya maka bias dipinjam tanpa adanya imbalan ketika mengembalikannya dan juga benda/barang tersebut merupakan benda yang tetap seperti meminjamkan baju, buku, sepeda motor dan lain sebagainya.
B. Hukum (Ketetapan) Akad ‘Ariyah
1. Pinjam Meminjam (‘ariyah)
Para ulama’ fiqh berbeda pendapat dalam hukum asal akad al- ‘ariyah. Apakah bersifat pemilikan terhadap manfaaat apakah sekedar kebolehan memanfaatkannya. Ulama’ Hanafiyah dan Malikiyah mengatakan bahwa al-‘ariyah menyebabkan peminjam ”memiliki manfaat” barang yag dipinjam. Peminjaman itu dilakukan secara sukarela, tanpa imbalan dari pihak peminjam. Oleh sebab itu, pihak peminjam berhak untuk meminjamkan barang itu kepada orang lain untuk dimanfaatkan, karena manfaat barang itu telah menjadi miliknya, kecuali apabila pemilik barang membatasi pemanfaatannya bagi peminjam saja atau pemilik barang itu melarang peminjam untuk meminjamkannya kepada orang lain.
Akan tetapi, ulama’ Syafiiyah, Hanabilah, dan Abu Al-Hasan Al-Karkhi (260-340H /870-952M), pakar fiqh Hanafi berpendapat bahwa akad al-ariyah itu hanya bersifat kebolehan memanfaatkan benda itu. Oleh sebab itu, pemanfaatannya hanya terbatas bagi pihak peminjam dan ia tidak boleh meminjamkannya kepada orang lain. Namun demikian, seluruh ulama’ fiqh sepakat menyatakan bahwa pihak peminjam tidak boleh menyewakannya kepada orang lain.
2. ‘Ariyah Menurut Urf
Menurut kebiasaan ('urf), ‘ariyah dapat diartikan dengan dua cara, yaitu secara hakikat dan majazi
a. Secara hakikat
‘Ariyah adalah meminjamkan barang yang dapat diambil manfaatnya tanpa merusak dzatnya. Menurut Malikiyah dan Hanafiyah, hukumnya adalah manfaat bagi peminjam tanpa ada pengganti apapun atau peminjam memiliki sesuatu yang memaksa dengan manfaat menurut kebiasaan.
Al-Kurkhi, ulama' Syafi'iyah, dan Hanabilah berpendapat bahwa yang dimaksud ‘ariyah adalah kebolehan untuk mengambil suatu manfaat dari suatu benda.
Dari perbedaan pandangan diatas dapat ditetapkan bahwa menurut golongan pertama, barang yang dipinjam (musta'ar) boleh dipinjam oleh orang lain, bahkan menurut imam Malik, sekalipun tidak diizinkan oleh pemiliknya asalkan digunakan sesuai dengan fungsinya. Akan tetapi, ulama' Malikiyah melarangnya jika peminjam tidak mengizinkannya.
Alasan ulama' Hanafiyah antara lain bahwa memberi pinjaman (mu'ir) telah memberikan hak penguasaan barang telah memberikan hak penguasaan barang kepada peminjam untuk mengambil manfaat barang. Kekuasaan seperti itu berarti kepemilikan. Dengan demikian peminjam berkuasa penuh untuk mengambil manfaat dalam tersebut, baik dari dirinya maupun orang lain.
Menurut golongan yang kedua, pinjam meminjam hanya sebagai pengambilan manfaat maka tidak boleh dipinjamkan kembali pada orang lain, sebagai halnya seorang tamu yang tidak boleh meminjamkan makanan yang dihidangkan untuknya kepada orang lain.
Golongan yang pertama dan kedua sepakat bahwa peminjam tidak memiliki hak kepemilikan sebagaimana gadai barang. Menurut golongan kedua peminjam hanya berhak memanfaatkannya saja dan ia tidak memiliki bendanya. Adapun menurut golongan pertama gadai adalah akad yang lazim (resmi), sedangkan ‘ariyah adalah akad tabarru' (derma) yang dibolehkan, tetapi tidak lazim. Dengan demikian, peminjam tidak memiliki hak kepemilikan, sebagaimana akad lazim sebab hal itu akan mengubah tabi'at ‘ariyah. Selain itu peminjampun tidak boleh menyewakannya.

b. Secara majazi
‘Ariyah secara majazi adalah pinjam meminjam benda yang berkaitan dengan takaran, timbangan, hitungan, dan lain-lain, seperti telur, uang, dan segala benda yang dapat diambil manfaatnya tanpa merusak dzatnya. ‘Ariyah pada benda-benda tersebut harus diganti dengan benda yang serupa atau senilai. Dengan demikian, walaupun termasuk ‘ariyah, tetapi merupakan ‘ariyah secara majazi, sebab tidak mungkin dapat dimanfaatkan tanpa merusaknya. Oleh karena itu, sama saja antara memiliki kemanfaatan dan kebolehan untuk memanfaatkannya.
C. Rukun dan Syarat
1. Pinjam Meminjam (‘ariyah)
a. Rukun ‘ariyah
1) Menurut Hanafiyah, rukun ‘ariyah adalah satu, yaitu ijab dan qobul tidak wajib diucapkan, tetapi cukup dengan menyerahkan pemilik kepada peminjam barang yang dipinjam dan boleh hukumnya dengan ijab qobul dengan ucapan.
2) Menurut Syafi'iyah, rukun ‘ariyah adalah adanya sighot akad, yakni ucapan ijab dan qobul dari peminjam dan yang meminjamkan barang pada waktu transaksi sebab memanfa’atkan milik barang tergantung pada adanya izin.
3) Secara umum, jumhur ulama fiqh menyatakan bahwa rukun ‘ariyah ada empat, yaitu:
a) Mu’ir (peminjam);
b) Musta’ir (yang meminjamkan);
c) Mu’ar (barang yang dipinjam);
d) Shighat, yakni sesuatu yang menunjukkan kebolehan untuk mengambil manfa’at, baik dengan ucapan maupun perbuatan.
b. Syarat ‘ariyah,
Ulama' fiqh mensyarakatkan dalam akad ‘‘ariyah sebagai berikut:
1) Mu'ir berakal sehat
Dengan demikian orang gila dengan anak kecil yang tidak berakal tidak dapat meminjamkan barang. Ulama' hanafiyah tidak mensyaratkan sudah baligh, sedangkan ulama' lainnya menambahkan bahwa yang berhak meminjamkan adalah orang yang dapat berbuat kebaikan sekehendaknya, tanpa dipaksa, bukan anak kecil, bukan orang bodoh, dan bukan orang yang sedang pailit (bangkrut).
2) Pemegang barang oleh peminjam
‘Ariyah adalah transaksi dalam berbuat kebaikan,yang dianggap sah mmemegang barang adalah peminjam,seperti halnya dalam hibah.
D. Ihwal ‘Ariyah, apakah tanggungan atau amanah?
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa barang pinjaman itu merupakan amanat bagi peminjam, baik dipakai maupun tidak. Dengan demikian, dia tidak menanggung barang tersebut jika terjadi kerusakan, seperti juga dalam sewa-menyewa atau barang titipan, kecuali bila kerusakan tersebut disengaja atau disebabkan kelalaian.
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa peminjam harus menanggung barang yang tidak ada padanya, yakni yang dapat disembunyikan seperti baju. Dia tidak harus menanggung sesuatu yang tidak dapat disembunyikan, seperti hewan atau barang yang jelas dalam hal kerusakannya. Mereka beralasan dengan mengumpulkan (al-jam) dan menyelaraskan (al-taufiq) antara dua hadis:
1. Hadis yang berkenaan dengan pernyataan Nabi SAW. kepada Shafwan Ibn Umayah bahwa ’ariyah adalah tanggungan yang dikembalikan, atau dalam riwayat lain Nabi SAW. menyatakan bahwa ’ariyah adalah barang yang harus dikembalikan.
2. hadis yang menyatakan bahwa peminjam yang tidak berkhianat dan tidak bertanggung jawab, begitu pula bagi orang yang dititipi barang, jika tidak berkhianat, tidaklah bertanggung jawab. Hadis yang menyatakan bahwa peminjam bertanggung jawab mengaitkannya dengan barang yang hilang, sedangkan hadis yang menyatakan bahwa peminjam tidak bertanggung jawab, mengaitkannya dengan barang yang tidak hilang. Pendapat ini hampir sama dengan pendapat Hanafiyah diatas bahwa ’ariyah adalah amanat.
Yang benar menurut kalangan syafi’iyah, peminjam menanggung harga barang bila terjadi kerusakan dan bila ia menggunakannya tidak sesuai dengan izin yang diberikan pemilik walaupun tanpa disengaja. Hal ini didasarkan pada hadis Shafwan di atas. Adapun jika barang tersebut digunakan sesuai dengan izin pemilik, peminjam tidak menanggungnya ketika terjadi kerusakan.
Ulama Hanabilah berpendapat bahwa peminjam menanggung kerusakan barang pinjamannya secara mutlak, baik disengaja maupun tidak. Golongan ini mendasarkan pendapat mereka pada hadis dari Shafwan ibn Umayyah diatas.
E. Fenomena Dimasyarakat
Meminjam termasuk hal yang sangat sepele dalam persepsi orang awam akan tetapi dalam persepsi orang yang tahu akan norma-norma/undang-undang dalam hokum Islam termasuk hal yang sangat signifikan sekali pengaruhnya dalam kehidupan kita.
Karena jika meminjam tidak sesuai dengan koridor-koridor yang berlaku dalam hokum syariat akan mempunyai dampak bagi si peminjam baik di dunia seperti dibenci oleh manusia maupun di akhirat yang berupa pertanggung jawaban kita kepada Allah SWT.
Dalam hal ini terkait tentang masalah pemanfa’atan barang ’ariyah yang dilakukan oleh mu’ir, apakah setiap benda/barang bisa diambil kemanfa’atannya?. Karena sudah mentradisi dikalangan kita akan banyaknya orang yang meminjam akan tetapi mereka tidak memahami tentang ‘ariyah itu sendiri, meliputi pengertian, syarat dan rukun, kewajiban bagi musta’ar dan hal-hal lain yang menjadi tanggungannya. Bukan hanya asal meminjam tanpa kita menghiraukan konsekuensi dari peminjaman yang menjadi tanggungan kita.
Berlandaskan hadis Nabi Muhammad SAW, yang berbunyi:
على اليد ما أخذت حتى يؤديه) أخرجه أحمد وأصحاب السنن الأربعة)
Artinya:
“Tangan (yang mengambil) adalah yang bertanggung jawab atas apa yang diambilnya sehingga dipenuhi.”
Contoh konkritnya ialah ketika seseorang meminjam sesuatu kepada musta’ir, sedangkan mu’ir belum sempat menggunakan barang tersebut. Mungkin karena faktor lupa atau ada kepentingan yang mendesak yang mengharuskannya pergi jauh. Kemudian barang yang dipinjam oleh mu’ir tersebut mengalami kerusakan dan dia tidak mau menggantinya karena beberapa alasan diatas.
F. Analisa
Setelah mengamati secara seksama terkait dengan pembahasan diatas sesuai dengan rumusan yang ada maka kami lebih cenderung kepada ulama yang mengatakan bahwa ‘ariyah adalah kebolehan mengambil kemanfa’atan dari suatu benda yang dzatiyah benda tersebut tetap/kekal yang memungkinkan kepada si peminjam (mu’ir) mengembalikan benda tersebut kepada yang meminjamkan (musta’ir) seperti semula tanpa adanya unsure imbalan.
Selain itu ada batasan/batasan yang harus diperhatikan oleh mu’ir terhadap benda yang dipinjam sesuai dengan izin/mandate yang dia peroleh musta’ir sebagai orang yang mempunyai hati besar meminjamkan barangnya demi kemaslahatan orang lain. Dan amanat itu wajib dijaga selama barang itu dalam tanggungan mu’ir.
Akan tetapi untuk masalah adanya pemanfa’atan yang disalah gunakan oleh mu’ir penulis lebih sependapat dengan pendapatnya Imam Syafi’I dan Hambali tentang dua hal, yaitu:
1. Peminjam menanggung harga barang bila terjadi kerusakan dan bila ia menggunakannya tidak sesuai dengan izin yang diberikan pemilik walaupun tanpa disengaja.
2. Barang pinjaman itu merupakan amanat bagi peminjam, baik dipakai maupun tidak. Dengan demikian, dia tidak menanggung barang tersebut jika terjadi kerusakan.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah mengkaji secara seksama landasan teori yang telah penulis sajikan dalam pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan tentang beberapa hal terkait tentang kajian tersebut, diantaranya:
1. Ulama’ Hanafiyah dan Malikiyah mengatakan bahwa al-‘ariyah menyebabkan peminjam ”memiliki manfaat” barang yag dipinjam. Peminjaman itu dilakukan secara sukarela, tanpa imbalan dari pihak peminjam. Oleh sebab itu, pihak peminjam berhak untuk meminjamkan barang itu kepada orang lain untuk dimanfaatkan, karena manfaat barang itu telah menjadi miliknya, kecuali apabila pemilik barang membatasi pemanfaatannya bagi peminjam saja atau pemilik barang itu melarang peminjam untuk meminjamkannya kepada orang lain. Akan tetapi, ulama’ Syafiiyah, Hanabilah, dan Abu Al-Hasan Al-Karkhi (260-340H /870-952M), pakar fiqh Hanafi berpendapat bahwa akad al-ariyah itu hanya bersifat kebolehan memanfaatkan benda itu. Oleh sebab itu, pemanfaatannya hanya terbatas bagi pihak peminjam dan ia tidak boleh meminjamkannya kepada orang lain.
2. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa barang pinjaman itu merupakan amanat bagi peminjam, baik dipakai maupun tidak. Dengan demikian, dia tidak menanggung barang tersebut jika terjadi kerusakan; Ulama Malikiyah berpendapat bahwa peminjam harus menanggung barang yang tidak ada padanya, yakni yang dapat disembunyikan seperti baju. Dia tidak harus menanggung sesuatu yang tidak dapat disembunyikan, seperti hewan atau barang yang jelas dalam hal kerusakannya; Menurut kalangan syafi’iyah, peminjam menanggung harga barang bila terjadi kerusakan dan bila ia menggunakannya tidak sesuai dengan izin yang diberikan pemilik walaupun tanpa disengaja; Ulama Hanabilah berpendapat bahwa peminjam menanggung kerusakan barang pinjamannya secara mutlak, baik disengaja maupun tidak.
B. Saran
1. Sebagai seorang hamba yang budiman hendaknya ketika kita hendak melakukan transaksi aqad ‘ariyah (pinjam-meminjam) harus didasari hati yang tulus dan berharap transaksi/aqad yang kita lakukan bersamaan dengan ridha Allah SWT.
2. Sebagai orang yang berkepentingan terhadap aqad ‘ariyah, hendaknya mu’ir harus mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap barang yang dipinjam dan harus siap menanggung konsekuensi hokum yang berlaku kepadanya ketika barang tersebut mengalami kerusakan/factor yang menyebabkan nilai benda tersebut berkurang tidak seperti semula ketika kita meminjamnya.
3. Sedangkan musta’ir sebagai pemilik yang sempurna juga harus mempunyai kerelaan untuk meminjamkan barangnya kepada orang yang membutuhkannya. Jangan sampai menggunakan hak kepemilikannya untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya diatas penderitan saudara-saudara kita sesamamuslimnya.


DAFTAR PUSTAKA
Al-Kasani, Al-Bada’i wa Sana’i fi Tartib As-Shara’i, (Beirut: Dar Kitab Al-Arabi), Juz VI.
Abd Al-Rahman Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘Ala Madzahib Al-Arba’ah, (Beirut: Dar al-Qalam, 1969)
H. Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007)
Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001)
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islam Wa Adillatuhu, (Dimsyiq: Daaru Al-Fikr, 2004 M/1425 H)

Rabu, 22 Juni 2011

Mata Kuliah Logika

A. Terma dan Proposisi
1. Terma : konsep/ide yang dinyatakan dalam bentuk kata/kumpulan kata.
 Konsep/ide : hasil tangkapan akal mengenai suatu objek.
 Terma terdiri dari komprehensi dan ekstensi yang bersifat perlawanan.
 “Semakin luas/bertambah komprehensi maka semakin sempit/berkurang sebuah ekstensi” seperti mahasiswa.
 “Semakin sempit/berkurang komprehensi maka semakin luas/bertambah sebuah ekstensi” seperti mahasiswa IAINJ.
2. Proposisi : suatu penuturan utuh.
 Proposisi Kategoris: proposisi yang terdiri dari dua terma. Satu sebagai subjek, yang satu sebagai predikat serta dapat dinyatakan benar atau salah.
 Proposisi kategoris terdiri dari Kuantor/Kuantitas + Subjek + Kopula/Kualitas + Predikat.

Proposisi Kategoris Kuantitas
Universal
(Semua) Partikular (Sebagian)
Kualitas Afirmatif (Positif) A
(A asal kata Afirmo) i
(i asal kata Afirmo)
Negatif E
(E asal kata Nego) O
(O asal kata Nego)

B. Prinsip-prinsip penalaran (Penalaran: berfikir untuk mencapai kesimpulan)
1. Prinsip Identitas
Ex: A = A.
2. Prinsip Kontradiksi (pengingkaran)
Ex: tidak mungkin secara bersamaan A = A dan A = Non A.
3. Prinsip Eksklusi Terti (tdk ada kemungkinan ketiga)
Ex: A = A atau A = Non A, tidak ada kemungkinan ketiga.
4. Prinsip Cukup Alasan
Ex: kalau A = A berubah jadi A = Non A, harus ada alasan yang cukup.
Penalaran Langsung Proposisi Kategoris
Oposisi

Pembagian Logika

Logika menurut The Liang Gie (1980) dapat digolongkan menjadi lima macam, yaitu;
I. Logika Makna Luas dan Logika Makna Sempit
Menurut John C. Cooley, The Liang Gie membagi logika dalam arti yang luas dan dalam arti yang sempit. Dalam arti sempit, istilah dimaksud dipakai searti dengan logika deduktif atau logika formal. Sedangkan dalam arti yang lebih luas, pemakaiannya mencakup kesimpulan dari pelbagai bukti dan bagaimana system-sistem penjelasan disusun dalam ilmu alam serta meliputi juga pembahasan mengenai logika itu sendiri.
Dalam arti luas, logika juga dapat dipakai untuk menyebut tiga cabang filsafat sekaligus, seperti yang pernah dilakukan oleh Piper dan Ward;
a. Asas paling umum mengenai pembentukan pengertian, inferensi, dan tatanan (logika formal dan logika simbolis)
b. Sifat dasar dan syarat pengetahuan, terutama hubungan antara budi dengan objek yang diketahui, ukuran kebenaran, dan kaidah-kaidah pembuktian (epistemology)
c. Metode-metode untuk mendapatkan pengetahuan dalam penyelidikan ilmiah (metodologi)
II. Logika Deduktif dan Logika Induktif
Logika deduktif adalah ragam logika yang mempelajari asas penalaran yang bersifat deduktif, yakni suatu penalaran yang menurunkan kesimpulan sebagai keharusan dari pangkal pikirannya sehingga bersifat betul menurut bentuknya saja. Dalam logika ini, yang terutama ditelaah, yaitu bentuk dari bekerjanya akal, keruntutannya, serta kesesuaiannya dengan langkah dan aturan yang berlaku sehingga penalaran yang terjadi adalah tepat dan sah.
Logika induktif merupakan suatu ragam logika yang mempelajari asas penalaran yang betul dari sejumlah sesuatu yang khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi. Penalaran yang demikian ini digolongkan sebagai induksi. Induksi merupakan bentuk penalaran atau penyimpulan yang berdasarkan pengamatan terhadap sejumlah hal kecil, atau anggota sesuatu himpunan, untuk tiba pada suatu kesimpulan yang diharapkan berlaku umum untuk semua hal, atau seluruh anggota himpunan tersebut, namun yang merupakan kesimpulan sesungguhnya hanya bersifat boleh jadi saja.
III. Logika Formal dan Logika Material
Mellone menyatakan bahwa logika deduktif disebut juga logika formal, sedangkan logika induktif kadang-kadang disebut logika material. Pernyataan ini tidak sepenuhnya betul, karena menurut Fisk, logika formal hanyalah suatu bagian dari logika deduktif, yakni bagian yang bertalian dengan perbincangan yang sah menurut bentuknya bukan menurut isinya.
Logika formal mempelajari asas, aturan, atau hukum berfikir yang harus ditaati, agar orang dapat berfikir dengan benar dan mencapai kebenaran. Logika material mempelajari langsung pekerjaan akal, serta menilai hasil logika formal dan mengujinya dengan kenyataan praktis yang sesungguhnya. Logika material mempelajari sumber dan asal pengetahuan, alat pengetahuan, proses terjadinya pengetahuan, dan akhirnya merumuskan metode ilmu pengetahuan itu sendiri.
Logika formal dinamakan orang dengan logika minor, sedangkan logika material dinamakan orang logika mayor. Apa yang sekarang disebut logika formal adalah ilmu yang mengandung kumpulan kaidah-kaidah cara berfikir untuk mencapai kebenaran.
IV. Logika Murni dan Logika Terapan
Menurut Leonard, logika murni (pure logic) adalah ilmu tentang efek terhadap arti dari pernyataan dan sebagai akibatnya terhadap kesahan dari pembuktian tentang semua bagian dan segi dari pernyataan dan pembuktian kecuali arti tertentu dari istilah yang termuat di dalamnya. Logika murni merupakan suatu pengetahuan mengenai asas dan aturan logika yang berlaku umum pada semua segi dan bagian dari pernyataan tanpa mempersoalkan arti khusus dalam sesuatu cabang ilmu dari istilah yang dipakai dalam pernyataan dimaksud.
Logika terapan merupakan pengetahuan logika yang diterapkan dalam setiap cabang keilmuan, bidang filsafat, dan juga dalam pembicaraan yang mempergunakan bahasa sehari-hari. Apabila suatu ilmu mengenakan asas dan aturan logika bagi istilah dan ungkapan yang mempunyai pengertian khusus dalam bidangnya sendiri, ilmu tersebut sebenarnya telah mempergunakan sesuatu logika terapan dari ilmu yang bersangkutan, seperti logika ilmu hayat bagi biologi, dan logika sosiologi bagi sosiologi.
V. Logika Filsafati dan Logika Matematik
Logika filsafati dapat digolongkan sebagai suatu ragam atau bagian logika yang masih berhubungan erat dengan pembahasan dalam bidang filsafat, misalnya logika kewajiban dengan etika atau logika arti dengan metafisika. Adapun logika matematik merupakan suatu ragam logika yang menelaah penalaran yang benar dengan menggunakan metode matematik serta bentuk lambing yang khusus dan cermat untuk menghindarkan makna ganda atau kekaburan yang terdapat dalam bahasa biasa.

Hubungan Logika dengan Ilmu Lainnya

Hubungan Logika dengan Ilmu Lainnya
a. Logika dan Psikologi
Dalam Psikologi membicarakan perkembangan pikiran tentang pengalaman melalui proses subjektif di dalam jiwa. Dengan demikian, Psikologi memberikan keterangan mengenai sejarah perkembangan berfikir. Logika sebagai cabang filsafat bertujuan membimbing akal untuk berfikir (bagaimana seharusnya). Untuk dapat berfikir bagaimana seharusnya, kita terlebih dahulu harus mengetahui tentang bagaimana manusia itu berfikir. Di sinilah letak hubungan antara Psikologi dan Logika.
b. Logika dan Bahasa
Bahasa adalah alat untuk menyampaikan isi hati atau fikiran seseorang sehingga dengan bahasa orang lain dapat mengerti tentang isi hati atau fikiran yang disampaikan, misalnya melalui bahsa isyarat, tertulis, atau lisan. Dengan demikian, bahasa merupakan alat komunikasi. Komunikasi akan lancar apabila permasalahannya disusun ke dalam bentuk kaidah bahasa yang baik dan benar. Ini dipelajari dalam ilmu bahasa (gramatika).
Ilmu bahasa menyajikan kaidah penyusunan bahasa yang baik dan benar, dan logika menyajikan tata cara dan kaidah berfikir secara luas dan benar. Oleh karenanya, keduanya saling mengisi. Bahasa yang baik dan benar dalam praktik kehidupan sehari-hari hanya dapat tercipta apabila ada kebiasaan atau kemampuan dasar setiap orang untuk berfikir logis. Sebaliknya, suatu kemampuan berfikir logis tanpa memiliki pengetahuan bahasa yang baik maka ia tidak akan dapat menyampaikan isi pikiran itu kepada orang lain. Oleh karena itu, logika berhubungan erat dengan bahasa.
c. Logika dan Metafisika
Metafisika merupakan cabang filsafat yang mempelajari tentang hakikat realitas. Hakikat realitas tersebut dapat dicari dan ditemukan di balik sesuatu yang tampak atau nyata. Oleh sebab itu, metafisika selalu mencari kebenaran atau hakikat realitas di balik yang tampak dan nyata. Sikap seperti ini adalah kritis, yaitu suatu sikap yang selalu ingin tahu dan membuktikan tentang sesuatu yang sudah atau serba dianggap benar. Teori dalam metafisika bahwa kenyataan kebenaran atau hakikat realitas bukanlah apa yang tampak, tetapi apa yang berada di balik yang tampak.
Dalil-dalil atau hukum-hukum dalam logika bagi metafisika bukan apa yang telah dirumuskan yang menjadi hakikat kebenaran, tetapi apa yang ada di balik rumusan tersebut. Dengan demikian, bagi logika, metafisika merupakan kritik terhadap dalil dan hukumnya. Semakin erat hubungan metafisika dengan logika, kebenaran logis akan semakin dapat dipertanggung jawabkan. Oleh karena itu, kebenaran logis mendekat pada hakikat realitas. Semakin mampu berfikir logis, orang tidak akan mudah tertipu oleh kebenaran yang tampak.

Logika ; Pengertian, Sejarah dan Urgensinya

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia dapat berinteraksi secara aktif dan melakukan transformasi dengan sesamanya tak lain karena ia memiliki akal untuk berfikir. Al-Qur’an yang merupakan sumber autentik dan absolut, yang tak diragukan lagi kebenaranya sangat menghargai peranan akal ini. Bahkan, pertanyaan yang berupa seruan “untuk selalu berfikir” bagi seseorang sangat banyak sekali dijumpai dalam berbagai ayat, di antaranya : Al-Baqarah: 44, 76, Ali Imran: 65, Al-An’am: 32, Al-A’raf: 169, Hud: 51, Yusuf: 109, Al-Anbiya’: 67, Al-Mukminun: 80, Al-Qashash: 60, Shaffat: 138 (Lihat. Fathurrahman, pada sub kalimat “afalaa ta’qilun”).
Akal merupakan suatu sarana super canggih, dikaruniai Tuhan kepada manusia, tidak kepada makhluk lsainnya. Dengan akal manusia dapat mengetahui sesuatu yang belum diketahuinya. Atau memahami lebih mendalam lagi sesuatu yang telah diketahuinya, baik tentang dirinya maupun hakikat alam dan rahasia yang terkandung di dalamnya. Manusia karena akalnya menjadi makhluk unik yang senantiasa terdorong untuk berfikir sepanjang hayatnya sesuai dengan kemampuan befikir yang dimilikinya.
Rene Descartes, seorang tokoh rasionalisme berkata: “Aku berfikir, karena itu aku ada”. Bahkan dalam teori pensyariatan hukun Islam, teori logika --- yang jelas menggunakan nalar---, sama sekali tak dapat “melepaskan diri” dari apa yang kita sebut sebagai logika tadi. Begitu pula ahlu al-ra’yu (logika/mantiq) dan ahlu al-qiyas (analogi) memandang syariat itu sebagai pengertian yang masuk akal dan dipandangnya sebagai asal yang universal yang diisyaratkan oleh Al-Qur’an al-Karim. (Lihat tarikh at-Tasyri’, hlm. 366)
Dalam teori ijtihad, Imam Syafi’ie, ketika memahami al-Qur’an maupun Sunnah ada istilah dilalah ghairu mandhum (penunjukan kalimat terhadap makna dengan menggunakan lafdh yang tidak sharih) yang tentunya dibutuhkan analisis ‘berfikir tepat’ dalam memahaminya.(Lih. Modifikasi Hukum Islam, hlm. 35).
Contoh di atas sengaja penulis paparakan, sekali lagi, tak lain hanyalah untuk menekankan bahwa signifikansi akal teramat krusial sebagai langkah untuk memperoleh kredibilitas dan akuntabilitas dalam memecahkan dan membuat kesimpulan pada setiap persoalan kehidupan.
Akan tetapi, hasil pemikiran manusia, meskipun dengan menggunakan akal tidak selalu benar. Hasil pemikirannya, kadang-kadang salah meskipun ia telah bersungguh-sungguh berupaya mencari yang benar. Kesalahan itu bisa saja terjadi tanpa unsur kesengajaan. Jika hal itu memang terjadi, maka ia telah mendapat pengetahuan yang salah meskipun ia yakin akan kebenarannya.
Oleh karena itu, supaya manusia aman dari kekeliruan berfikir dan selamat dari mendapat kesimpulan yang salah, maka disusunlah kaidah-kaidah berfikir atau metodologi berfikir ilmiah yang kita kenal ilmu logika atau manthiq. Bahkan, Syeh Abdurrahman al-Akkhdari dalam Al-Mandhumah Sullam al-Munawraq mengatakan bahwa peran ilmu mantiq atau logika seperti halnya “nahwi li allisan” (grammar dalam pegucapan).
Maka setidaknya, itulah yang menjadi latar belakang penulisan makalah ini, meskipun di dalamnya hanya menyinggung sebagaian kecil dari ilmu logika itu sendiri, seperti arti, obyek, bagian, dan manfaatnya.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas, penulis dapat memberikan rumusan masalah dalam makalah ini menjadi beberapa topik, yakni:
1. Apakah pengertian logika itu?
2. Bagaimana sejarah munculnya ilmu logika?
3. Apa saja obyek dan pembagian logika?
4. Mengapa logika penting untuk dipelajari?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Logika
Kata logika menurut kamus berarti cabang ilmu pengetahuan yang mengamati tentang prinsip-prinsip pemikiran deduktif dan induktif. Kata logika menurut istilahnya berarti suatu metode atau teknik yang diciptakan untuk meneliti ketepatan penalaran. Maka untuk memahami apakah logika itu haruslah mempunyai pengertian yang jelas tentang penalaran, penalaran adalah suatu bentuk pemikirann yang meliputi tiga unsur, yaitu konsep pernyataan dan penalaran.
Logika adalah bahasa Latin berasala dari kata “logos” yang berarti perkataan atau sabda. Istilah lain digunakan sebagai gantinya adalah “mantiq”, kata Arab yang diambil dari kata kerja “nathaqa” yang berarati berkata atau berucap. Dalam bahasa sehari-hari kita sering mendengar ungkapan serupa: ‘alasannya tidak logis’, ‘argumentasi logis’, ‘kabar itu tidak logis’. Yang dimaksud dengan logis adalah masuk akal, dan tidak logis adalah sebaliknya.
Dalam buku Logicand Language of Education mantiq disebut sebagai “penyelidikan tentang dasar-dasar dan metode-metode berfikir benar, sedangkan dalam kamus Munjid disebut sebagai hukum yang memelihara hati nurani dari kersalahan dalam berfikir. Sedangkan Irving. M. Copi menyatakan, “logika adalah ilmu yang mempelajari metode dan hukum-hukum yang digunakan untuk membedakan penalaran yang betul dari penalaran yang salah.”
Dalam keterangan lain disebutkan bahwa perkataan logika adalah berasal dari kata sifat “logike” (bahasa Yunani) yang berhubungan dengan kata benda logos, yang artinya pikiran atau kata sebagai pernyataan dari pikiran itu. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang erat antara pikiran dan kata yang merupakan pernyataannya dalam bahasa. Jadi logika adalah ilmu yang mempelajari pikiran yang dinyatakan dalam bahasa.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu mantiq atau logika adalah ilmu tentang kaidah-kaidah yang dapat membimbing manusia ke arah berfikir secara benar yang menghasilkan kesimpulan yang benar sehingga ia terhindar dari berfikir secara keliru yang menghasilkan kseimpulan salah. Hal ini tentunya, disebabakan bahwa dalam berfikir, manusia tidak selalu benar serta acapkali terjerumus dalam sikap skeptis dan terjebak dalam kesalahan berfikir dengan tanpa terasa. Bahkan akal satu-satunya bentuk yang indah, karena akal paling penting dalam pandangan Islam. Oleh karena itu, Allah swt selalu memuji orang-orang yang berakal sebagaimana firman-Nya dalm surat al-Baqarah ayat 164 dan surat Ar-Ra’d ayat 3-4.
Atau sederhananya, ilmu ini bisa disebut pula sebagai studi sistematik tentang struktur proposisi dan syarat-syarat umum mengenai penalaran yang shahih dengan menggunakan metode yang mengesampingkan isi atau bahan proposisi dan hanya membahas bentuk logisnya saja.
Dengan demikian, maka tak heran jika Al-Farabi menjuluki ilmu logika atau mantiq ini dengan dasar ilmu-ilmu (raisul uluum), Ibnu sina menjulukinya sebagai khadim al-uluum, dan sebagian yang lain menjulukinya sebagai ilmu akal.
B. Sejarah Munculnya Ilmu Logika
Nama logika pertama kali muncul pada Filsuf Cicero (abad ke-1 sebelum Masehi) tetapi dalam arti “seni berdebat”. Alexander Aphrodisias (sekitar permulaan abad ke-3 sesudah Masehi) adalah orang pertama yang mempergunakan kata ‘logika’ dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita.
Yunani adalah negeri asal ilmu mantiq atau logika karena banyak penduduknya yang mendapat karunia otak cerdas. Negeri Yunanai, terutama Athena diakui menjadi sumber berbagai ilmu. Socrates, Plato, Aristoteles dan banyak yang lainnya adalah tokoh-tokoh ilmiah kelas super dunia yang tidak ada ilmuwan nasional dan internasional tidak mengenalnya sampai sekarang dan akan datang. Tetapi, khusus untuk logika atau ilmu mantiq Aristoteleslah yang menjadi guru utamanya.
Akan tetapi, meski Aristoteles terkenal sebagai “Bapak Logika”, itu tidak berarti bahwa sebelum dia tidak ada logika. Segala orang ilmiah dan ahli filosofi sebelum Aristoteles menggunakan logika sebaik-baiknya. Dalam literatur lain, disebutkan bahwa Aristoteleslah orang yang pertama kali meletakkan ilmu logika, yang sebelumnya memang tidak pernah ada ilmu tentang logika tersebut. Maka tak heran jika ia dijuluki sebagai “Muallim Awwal” (Guru pertama). Bahkan Filosof Besar Immanuel Kant mengatakan 21 abad kemudian, bahwa sejak Aristoteles logika tidak maju selangkah pun dan tidak pula dapat mundur.
Sepintas, ada beragam pendapat tentang siapa peletak pertama ilmu logika ini. Akan tetapi jika ditelisik lebih mendalam, maka akan tampak suatu benang merah bahwa sebelum Aristoteles memang ada logika, akan tetapi ilmu logika sebagai ilmu yang sistematis dan tersusun resmi baru muncul sejak Aristoteles, dan memang dialah yang pertama akali membentangkan cara berfikir yang teratur dalam suatu sistem.
Kecerdasan penduduk Yunani itulah barangkali yang telah menyebabkan antara lain, lahirnya kelompok Safshathah. Kelompk ini dengan ketangkasan debat yang mereka miliki menghujat dan malah merusak sistem sosial, agama dan moral dengan cara mengungkap pernyataan-pernyataan yang kelihatannya sebagai benar, tetapi membuat penyesatan-penyesatan pemikiran nilai dan moral.
Di antara pernyataan-pernyataan mereka adalah:
Kebaikan adalah apa yang Anda pandang baik
Keburukan adalah apa yang anda pandang buruk
Apa yang diyakini benar oleh seseorang, itulah yang benar buat dia
Apa yang diyakini salah oleh seseorang, itulah yang salah buat dia
Aristoteles (384 –322 SM.) berusaha mengalahkan mereka secara ilmiah dengan pernyataan-pernyataan logis yang brilian. Pernyataan itu ia peroleh melalui diskusi dengan murid-muridnya. Karya Aristoteles itu sangat dikagumi pada masanya dan masa sesudahnya sehingga logika dipelajari di setiap perguruan. Plato (427-347 SM.), Murid Socrates hanya menambahnya sedikit. Immanuel Kant (1724-1804 M) pemikir terbesar bangsa Jerman menyatakan bahwa logika yang diciptakan Aristoteles itu tidak bisa ditambah lagi walau sedikit karena sudah cukup sempurna.
Logika formal merupakan hasil ciptaan Aristoteles yang dirintis oleh retorika kaum Shofis dan dialektika yang umum digunakan untuk menimbang-nimbang pada masa hidup Plato. Inti pokok logika Aristoteles ialah ajarannya mengenai penalaran dan pembuktian. Baginya, penalaran pertama-tama merupakan silogisme yang di dalamnya berdasar dua buah tanggapan orang menyimpulkan tanggapan ketiga. Untuk dapat secara lurus melakukan penyimpulan ini perlu diketahui mengenai hakikat tanggapan, ada tanggapan singular dan tanggapan particular.
Akan tetapi Konsili Nicae (325 M), menyatakan menutup pusat-pusat pelajaran filsafat Grik di Athena, Antiokia dan Roma. Pelajar logika juga dilarang kecuali bab-bab tertentu saja yang dipandang tidak merusak akidah kristiani. Hal ini merupakan pukulan mematikan bagi filsafat Yunani dan sekaligus logika. Sejak masa itu sampai hampir seribu tahun lamanya alam pemikiran di Barat menjadi padam, sehingga dikenal dengan zaman Drak Ages (zaman gelap).
Pada abad ke-7 Masehi berkembanglah agama islam di jazirah Arab dan pada abad ke-8, agama ini telah dipeluk secara meluas ke Barat sampai perbatasan Perancis sampai Thian Shan. Dizaman kekuasaan khalifah Abbasiyyah sedemikian banyaknya karya-karya ilmiah Yunani dan lainya diterjemahkan ke dalam bahasa, sehingga ada suatu masa dalam sejarah islam yang dijuluki dengan Abad Terjemahan. Logika karya Aristoteles juga diterjemahkan dan diberi nama Ilmu Mantiq.
Di antara ulama dan cendikiawan muslim yang terkenal mendalami, menerjemah dan mengarang di bidang ilmu Mantiq adalah Abdullah bin Muqaffa’, ya’kub Ishaq Al-Kindi, Abu Nasr Al-farabi, Ibnu Sina, Abu Hamid Al-Gahzali, Ibnu Rusyd, Al-Qurthubi dan banyak lagi yang lain. Al-Farabi, pada zaman kebangkitan Eropa dari abad gelapnya malah dijuluki dengan Guru Kedua Logika.
Kemudian menyusullah zaman kemunduran dibidang mantiq atau logika karena dianggap terlalu memuja akal. Di antara ulama-ulama besar islam seperti Muhyiddin An-Nawawi, Ibnu Shalah, Taqiyuddin ibnu Taimiyah, Syadzuddin at-Taftsajani malah mengharamkan mempelajari ilmu mantiq. Namun komunitas ulama dan cendikiawan Muslim membolehkan bahkan menganjurkan untuk mempelajarinya sebagai penyempurna dalam menginterpretasikan hadits dan al-Qur’an.
C. Obyek Kajian Logika
Oleh karena yang berfikir itu manusia maka harus dikatakan bahwa lapangan penyelidikan logika ialah manusia itu sendiri. Tetapi manusia ini disoroti dari sudut tertentu, yakni budinya. Begitu pula berfikir adalah obyek material logika. Berfikir di sini adalah kegiatan pikiran, akal budi manusia. Dengan berfikir manusia mengolah, mengerjakan pengetahuan yang telah diperolehnya. Dengan mengolah dan mengerjakannya ini terjadi dengan mempertimbangkan, menguraikan, membandingkan serta menghubungkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lainnya.
Jika dilihat dari obyeknya, dikenal sebagai logika formal (Manthiq As-Shuari) dan logika material (al-Manthiq al-maddi). Pemikiran yang benar dapat dibedakan menjadi dua bentuk yang berbeda secara radikal, yakni cara berfikir dari umum ke khusus dan cara berfikir dari khusus ke umum. Cara pertama disebut berfikir deduktif dipergunakan dalam logika formal yang mempelajari dasar-dasar persesuaian (tidak adanya pertentangan) dalam pemikiran dengan mempergunakan hukum-hukum, rumus-rumus, patokan-patokan berfikir benar. Cara berfikir induktif dipergunakan dalam logika material, yakni menilai hasil pekerjaan logika formal dan menguji benar tidaknya dengan kenyataan empiris. Logika formal disebut juga logika minor. Logika material disebut logika mayor.
D. Pembagian logika
Logika menurut The Liang Gie (1980) terbagi menjadi lima bagian:
1. Logika makna luas dan logika makna sempit
Dalam arti sempit istilah tersebut dipakai searti dengan deduktif atau logika formal. Sedangkan dalam arti yang lebih luas pemakaiannya mencakup kesimpulan-kesimpulan dari berbagai bukti dan tentang bagaimana sistem penjelasan di susun dalam ilmu alam serta meliputi pula pembahasan mengenai logika itu sendiri.
2. Logika Deduktif dan Induktif
Logika deduktif adalah suatu ragam logika yang mempelajari asas-asas pelajaran yang bersifat deduktif, yakni suatu penalaran yang menurunkan suatu kesimpulan sebagai kemestian dari pangkal pikirnya sehingga bersifat betul menurut bentuknya saja. Logika induktif merupakan suatu ragam logika yang mempelajari asas-asas penalaran yang betul dari sejumlah hal khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi.
3. Logika Formal dan Material
Logika formal adalah mempelajari asas aturan atau hukum-hukum berfikir yang harus ditaati agar orang dapat berfikir dengan benar mencapai kebenaran. Logika material mempelajari langsung pekerjaan akal serta menilai hasil-hasil logika formal dan mengujinya dengan kenyataan praktis sesungguhnya. Logika material mempelajari sumber-sumber dan asalnya pengetahuan, proses terjadinya pengetahuan dan akhirnya merumuskan metode ilmu pengetahuan itu. Dan sekarang, logika formal adalah ilmu yang mengandung kumpulan kaidah cara berfikir untuk mencapai kebenaran.
4. Logika Murni dan Terapan
Logika murni adalah merupakan suatu pengetahuan mengenai asas dan aturan logika yang berlaku umum pada semua segi dan bagian dari pernyataan-pernyataan dengan tanpa mempersoalkan arti khusus dalam suatu cabang ilmu dari sitilah yang dipakai dalam pernyataan dimaksud. Logika terapan adalah pengetahuan logika yang diterapkan dalam setiap cabang ilmu bidang-bidang filsafat dan juga dalam pembicaraan yang menggunakan bahasa sehari-hari.


5. Logika Falsafati dan Matematik
Logika falsafati dapat digolongkan sebagai suatu ragam atau bagian logika yang masih berhubungan sangat erat dengan pembahasan dalam bidang filsafat, seperti logika kewajiban dengan etika atau logika arti dengan metafisika. Adapun logika matematik serta bentuk lambang yang khusus dan cermat untuk menghindarkan makna ganda atau kekaburan yang terdapat dalam bahasa biasa.
E. Manfaat Logika (Ilmu Mantiq)
Di antara manfaat ilmu mantiq atau logika ialah:
1. Membuat daya fikir akal tidak saja menjadi lebih tajam tetapi juga lebih menjadi berkembang melalui latihan-latihan berfikir dan menganalisis serta mengungkap permasalahan secara ilmiah.
2. Membuat seseorang menjadi mampu meletakkan sesuatu pada tempatnya dan mengerjakan sesuatu pada waktunya.
3. Membuat seseorang mampu membedakan--- ini merupakan manfaat yang paling asasi ilmu mantiq atau logika ---antara pikir yang benar dan oleh karenanya akan menghasilkan kesimpulan yang benar dan urut pikir yang salah yang dengan sendirinya akan menampilkan kesimpulan yang salah.
















BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan beberapa kesimpulan, di antaranya adalah:
1. Logika dapat diartikan sebagai ilmu tentang kaidah-kaidah yang dapat membimbing manusia ke arah berfikir secara benar yang menghasilkan kesimpulan yang benar sehingga ia terhindar dari berfikir secara keliru yang menghasilkan kseimpulan salah. Atau sederhananya, ilmu ini bisa disebut pula sebagai studi sistematik tentang struktur proposisi dan syarat-syarat umum mengenai penalaran yang shahih dengan menggunakan metode yang mengesampingkan isi atau bahan proposisi dan hanya membahas bentuk logisnya saja.
2. Dalam sejarahnya logika muncul secara resmi dan tersusun pada saat Aristoteles melakukan reaksi terhadap paham Shopis yang telah membuat kekaburan dalam masyarakat dengan pemikirannya yang sesat.
3. Obyek logika dapat dibedakan menjadi logika formal (Manthiq As-Shuari) dan logika material (al-Manthiq al-maddi). Cara pertama disebut berfikir deduktif dipergunakan dalam logika formal. Cara berfikir induktif dipergunakan dalam logika material. Logika formal disebut juga logika minor dan material disebut juga logika mayor.
4. Sedangan pembagian logika dapat dikelompokkan menjadi (a) logika makna luas dan logika makna sempit, (b) logika deduktif dan induktif, (c) logika formal dan logika material, (d) logika murni dan terapan, (e) logika falsafati dan logika matematik.
5. Manfaat yang paling asasi mempelajari ilmu logika adalah untuk membuat seseorang mampu membedakan antara berpikir yang benar dan oleh karenanya akan menghasilkan kesimpulan nyang benar dan terhindar dari kesimpulan yang salah.
B. Saran dan Harapan
Dengan membaca makalah ini penulis berharap semoga kita dapat berfikir tepat dan benar sehingga terhindar dari kesimpulan yang salah dan kabur. Setidaknya dengan makalah ini, ada semacam pencerahan intelektual dan menyuguhkan motivasi yang intrinsik untuk segera mempelajari ilmu logika sehingga kita dapat meminimalisasi kesalahan dalam berfikir.
Tentunya, dalam makalah ini akan ditemukan kelemahan-kelemahan atau bahkan kekeliruan. Dengan itu, penulis sangat berharap adanya masukan dari pembaca dan kritik konstruktif sebagai upaya pembangunan mental guna penyelesaian pada makalah-makalah selanjutnya. Dan, hal itu penulis harapkan dengan kerendahan hati dan ketulusan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
 Al-Ahdhari, Abdurrahman, Mandhumah Sullam al- Munawraq fi Ilmi al-Manthiq, Dar Hifdh Assalafiyah, t.tp.
 Aziz, Muhammad Ali, Logika, Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel, 1993
 Baihaqi, AK, Ilmu Mantiq Teknik dasar Berfikir Logik, Jakarta, Dar Ulum Press, cet-2, 2001
 Bernard Delfgaauw, Sejarah Ringkas Filsafat Barat, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1992, cet-1
 Dahlan, Mohammad dkk., Kamus Induk Ilmiah, Surabaya, Target Press, 2003
 Mohammad Hata, Alam Pikiran Yunani, Jakarta, UI-Press, cet-3, 1986
 Mundiri, Logika, Jakarta: PT. Raja Garfindo Persada, 2001
 Nur Ibrahimi, Mohammad, Ilmul Mantiq, Surabaya, Sa’ad Bin Nashir Nubhan, t.th.
 Poejawijatna, Logika Filsafat Berfikir, Jakarta, PT. Rineka Cipta, cet-7, 1992
 Syeh Hadi, Naqd al_Araa’ al-Manthiqiyyah wa Hilli Musykilatihaa, t.tp. t.th.
 Soekadijo, Logika Dasar, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1991
 Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta, Bumi Aksara, cet-1, 2005
 Zaini Dahlan dkk., Filsafat Hukum Islam, Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, 1987
 Zuhri, Muhammad, Tarjamah Tarikh Tasyri’, Semarang, Darul Ihya’, 1980

Selasa, 14 Juni 2011

Model Pengambilan Keputusan

2.1 Pengertian Model Pegambilan Keputusan
Model adalah percontohan yang mengandung unsure yang bersifat penyederhanaan untuk dapat ditiru (jika perlu). Pengambilan keputusan itu sendiri merupakan suatu proses berurutan yang memerlukan penggunaan model secara cepat dan benar.
Pentingnya model dalam suatu pengambilan keputusan, antara lain sebagai berikut:
• Untuk mengetahui apakah hubungan yang bersifat tunggal dari unsur-unsur itu ada relevansinya terhadap masalah yang akan dipecahkan diselesaikan itu.
• Untuk memperjelas (secara eksplisit) mengenai hubungan signifikan diantara unsur-unsur itu.
• Untuk merumuskan hipotesis mengenai hakikat hubungan-hubungan antar variabel. Hubungan ini biasanya dinyatakan dalam bentuk matematika.
• Untuk memberikan pengelolaan terhadap pengambilan keputusan.
Model merupakan alat penyederhanaan dan penganalisisan situasi atau system yang kompleks. Jadi dengan model, situasi atau sistem yang kompleks itu dapat disederhanakan tanpa menghilangkan hal-hal yang esensial dengan tujuan memudahkan pemahaman. Pembuatan dan penggunaan model dapat memberikan kerangka pengelolaan dalam pengambilan keputusan.
Dalam analisis pengambilan keputusan ini ternyata semuanya menggunakan model paling tidak secara implisit. Mengenai hal ini Hovey, memberikan contoh mengenai pengecatan gedung sekolah.
1. Pengecatan gedung sekolah yang kotor dan tidak merata, secara tidak langsung dapat berakibat kurangnya konsentrasi belajar para siswanya.
2. Pengecatan gedung sekolah yang tidak merata dan kotor pun, secara tidak langsung dapat berakibat kurangnya konsentrasi mengajar para guru sekolah yang bersangkutan.
3. Begitu pula pengecatan gedung sekolah yang tidak merata dan kotor, akhirnya justru akan menyebabkan sekolah terpaksa mengeluarkan biaya yang lebih banyak lagi.
4. Pengecatan yang baik dan benar, perlu dilakukkan dengan perubahan warna setiap dua tahun sekali. Pengecatan dengan cara demikian itu akan meningkatkan konsentrasi belajar para siswa dan mengajar para guru sekolah yang bersangkutan.
5. Pengecatan gedung sekolah itu ada dalam keadaan baik dan tepat, apabila dilakukan setiap dua tahun sekali.
Dari uraian tersebut, empat butir pertama masing-masing mendasarkan diri pada model yang berbeda, tetapi secara implisit menunjukkan adanya hubungan antara pengecatan dan pendidikan atau pelaksanaan pendidikan. Model kelima merupakan praktik pengecatan itu sendiri (sebaiknya dilakukan dua tahun sekali).
Alasan-alasan yang dikemukakan pada butir (1) dan (2) dapat dibenarkan oleh yayasan sekolah. Butir (3) merupakan model penarikan kesimpulan secara teknis mengenai hubungan antara pengecatan dan struktur, jadi diluar prinsip-prinsip keahlian. Butir (1) dan (2) menghubungkan antara pengecatan dengan pelaksanaan kegiatan siswa dan kegiatan guru.
Pada umumnya, semua model itu mempunyai aspek-aspek tertentu masing-masing adalah idealisasi, atau abstraksi dari bagian dunia nyata (praktik nyata), atau dengan kata yang lebih tepat dan jelas imitasi dari kenyataan, mengenai hal ini Olaf Helmer menyatakan bahwa: karakteristik dari konstruksi. Model adalah abstraksi; elemen-elemen tertentu dari situasi yang mungkin dapat membantu seseorang menganalisis keputusan dan memahaminya dengan lebih baik. Untuk mengadakan abstraksi, maka pembuatan model sering kali dapat meliputi perubahan konseptual. Setiap unsure dari situasi nyata merupakan tiruan dengan menggunakan sasaran matematika atau sasaran fisik.
Hubungannya dengan unsur lain mencerminkan adanya kekayaan atau peralatan dan hubungan lain berupa tiruan. Sebagai contoh, system lalu lintas kota dapat dibuat tiruannya dengan membuat miniature yang menggambarkan adanya jaringan-jaringan, jalan-jalan, rambu-rambu lalu lintas, beserta kendaraan persis seperti sesungguhnya.
Jika para analis membuat model, mereka biasanya melakukan hal itu supaya dapat menetapkan tindakan yang paling tepat dalam situasi tertentu. Kemudian digunakan untuk memberikan saran bagi pembuat keputusan. Dengan demikian pada hakikatnya model itu merupakan pengganti hal yang nyata, mewakili kejadian sesungguhnya, dengan harapan agar dapat mengatasi masalah apabila timbul masalah yang sesungguhnya. Model ini sendiri dibuat dengan menyesuaikan pada situasi dimana model itu akan dibuat. Di samping itu, model pun dibuat sesuai dengan tujuan penggunaan model itu sendiri.
Pembuatan dan penggunaan model menurut Kast, memberikan kerangka pengelolaan. Model merupakan alat penyederhanaan dan penganalisisan situasi atau system yang kompleks. Jadi dengan menggunakan model situasi yang kompleks disederhanakan tanpa penghilangan hal-hal yang esensial dengan tujuan untuk memudahkan pemahaman.

Berdasarkan pendekatan ilmu manajemen untuk memecahkan masalah digunakan model matematika dalam menyajikan system menjadi lebih sederhana dan lebih mudah dipahaminya. Pada umumnya model itu memberikan sarana abstrak untuk membantu komunikasi. Bahasa itu sendiri merupakan proses abstraksi, sedangkan matematika merupakan bahasa simbolik khusus.

2.2 Klasifikasi Model Pengambilan Keputusan
Mengingat begitu banyaknya cara untuk mengadakan klasifikasi model, dibawah ini disampaikan beberapa klasifikasi saja. Klasifikasi model dapat dilakukan berdasarkan sebagai berikut:
1. Tujuannya : model latihan, model penelitian, model keputusan, model perencanaan, dan lain sebagainya. Pengertian tujuan disini adalah dalam arti purpose.
2. Bidang penerapannya (field of application) : model tentang transportasi, model tentang persediaan barang, model tentang pendidikan, model tentang kesehatan, dan sebagainya.
3. Tingkatannya (level) : model tingkat manajemen kantor, tingkat kebijakan nasional, kebijakan regional, kebijakan local, dan sebagainya.
4. Ciri waktunya (time character) : model statis dan model dinamis.
5. Bentuknya (form) : model dua sisi, satu sisi, tiga dimensi, model konflik, model non konflik, dan sebagainya.
6. Pengembangan analitik (analytic development) : tingkat dimana matematika perlu digunakan; lain-lain.
7. Kompleksitas (complexity) : model sangat terinci, model sederhana, model global, model keseluruhan, dan lain-lain.
8. Formalisasi (formalization) : model mengenai tingkat dimana interaksi itu telah direncanakan dan hasilnya sudah dapat diramalkan, namun secara formal perlu dibicarakan juga.
Quade membedakan model ke dalam dua tipe, yakni model kuantitatif dan model kualitatif.
1. Model kuantitatif
Model kuantitatif (dalam hal ini adalah model matematika) adalah serangkaian asumsi yang tepat yang dinyatakan dalam serangkaian hubungan matematis yang pasti. Ini dapat berupa persamaan, atau analisis lainnya, atau merupakan instruksi bagi computer, yang berupa program-program untuk computer. Adapun ciri-ciri pokok model ini ditetapkan secara lengkap melalui asumsi-asumsi, dan kesimpulan berupa konsekuensi logis dari asumsi-asumsi tanpa menggunakan pertimbangan atau intuisi mengenai proses dunia nyata (praktik) atau permasalahan yang dibuat model untuk pemecahannya.
2. Model kualitatif
Model kualitatif didasarkan atas asumsi-asumsi yang ketepatannya agak kurang jika dibandingkan dengan model kuantitatif dan ciri-cirinya digambarkan melalui kombinasi dari deduksi-deduksi asumsi-asumsi tersebut dan dengan pertimbangan yang lebih bersifat subjektif mengenai proses atau masalah yang pemecahannya dibuatkan model.
Gullet dan Hicks memberikan beberapa klasifikasi model pengambilan keputusan yang kerapkali digunakan untuk memecahkan masalah seperti itu (yang hasilnya kurang diketahui dengan pasti).


1. Model Probabilitas
Model probabilitas, umumnya model-model keputusannya merupakan konsep probabilitas dan konsep nilai harapan member hasil tertentu (the concept of probability and expected value).
Adapun yang dimaksud dengan probabilitas adalah kemungkinan yang dapat terjadi dalam suatu peristiwa tertentu (the chance of particular event occuring). Misalnya kartu bridge terdiri atas 52 buah kartu; berarti tiap-tiap kartu hanya memiliki kemungkinan 1/52. Kartu heart 1 (jantung merah 1) hanya memiliki kemungkinan 1/52. Begitu pula halnya dengan dadu berisi 6, masing-masing sisi hanya memiliki kesempatan atau kemungkinan 1/6 untuk menang.
Demikian juga halnya dengan probabilitas statistic atau proporsi statistic dikembangkan melalui pengamatan langsung terhadap populasi atau melalui sampel dari populasi tersebut. Sampel itu sendiri merupakan sebagian yang dianggap mewakili keseluruhan (populasi).
Kemungkinan yang dimiliki oleh setiap kartu bridge adalah 1/52 dan dadu adalah 1/6 itu merupakan sebagian dari seluruh kemungkinan masing-masing (untuk kartu adalah 52 dan untuk dadu adalah 6).
Banyak kemungkinan dalam rangka pengambilan keputusan dalam organisasi, yang semuanya bertujuan mendapatkan sesuatu yang diharapkan masa mendatang, misalnya agar nantinya dapat menanggulangi terhadap kesulitan-kesulitan dalam masa resesi, untuk dapat menaikkan tingkatan pendapatan masyarakat, lain sebagainya.
2. Konsep tentang nilai-nilai harapan (the Concept of Expectedvalue)
Konsep tentang nilai harapan ini khususnya dapat digunakan dalam pengambilan keputusan yang akan diambilnya nanti menyangkut kemungkinan-kemungkinan yang telah diperhitungkan bagi situasi dan kondisi yang akan datang. Adapun nilai yang diharapkan dari setiap peristiwabyang terjadi merupakan kemungkinan terjadinya peristiwa itu dikalikan dengan nilai kondisional. Sedangkan nilai kondisionalnya adalah nilai dimana terjadinya peristiwa yang diharapkan masih diragukan.
Sebagai contoh; pemerintah mengeluarkan undian social berhadiah Rp 400 juta. Jumlah undian yang dijual sebanyak dua juta lembar dengan nilai nominal harga tiap lembarnya Rp 500,-. Kalau undian sebanyak dua juta lembar itu laku semuanya, maka pendapatan pemerintah dari hasil penjualan sebesar Rp 1 milyar. Pendapatan bersih sebesar Rp 600 juta. Kemungkinan memenangkan hadiah dari tiap lembar undian adalah seperdua juta. Nilai harapannya sebetulnya hanyalah ½ juta x 400 juta = Rp 200 juta.
3. Model matriks
Selain model probabilitas dan nilai harapan (probability and expected value), ada juga model lainnya. Model lain tersebut misalnya adalah model matriks (the payoff matrix model).Model matriks merupakan model khusus yang menyajikan kombinasi antara strategi yang digunakan dan hasil yang diharapkan.
Dalam hal ini Gullett dan Hicks mengatakan : The payoff matrix is a particularly convenient method of displaying and summarizing the expected values alternative strategics.Model matriks terdiri atas dua hal, yakni baris dan lajur. Baris (row) bentuknya mendatar, sedangkan lajur (column) bentuknya menegak (vertikal). Pada sisi baris berisi macam alternative strategi yang digelarkan oleh pengambil keputusan, sedangkan pada sisi lajur berisi kondisi dan nilai harapan dalam kondisi dan situasi yang berlainan.
Contoh dibawah ini menggambarkan adanya strategi ya ng berbeda-beda dalam konsep atau pandangan eko nomi yang bervariasi.
Jika menggunakan strategi investasi yang sifatnya agresif (berani) sebesar Rp 100 juta, hasil yang dimungkinkan dari investasi tersebut akan berkisar antara 5-25%-nya, tergantung apakah keadaan ekonomi saat itu baru mengalami resesi, atau dalam keadaan normal, atau malahan baru dalam keadaan baik sekali (boom). Apakah hal kedua yang dilakukan yakni dengan menggunakan strategi penanaman modal yang termasuk moderat sebesar Rp 50 juta diharapkan akan mendapat keuntungan sekitar 2-15%, tergantung dari keadaan ekonomi saat itu. Yang ketiga adalah apabila kebijakan investasi yang ditempuh secara minimal dengan dana Rp 10 juta dan itu digunakan untuk penggantian bagian mesin beserta pemeliharaannya pada keadaan ekonomi yang sedang membaik, diperkirakan dapat member keuntungan 1%, tetapi apabila dalam keadaan resesi atau dalam keadaan normal diperkirakan tidak akan member keuntungan.
4. Model pohon keputusan (Decision Tree Model)
Model ini merupakan suatu diagram yang cukup sederhana yang menunjukkan suatu proses untuk merinci masalah-masalah yang dihadapinya kedalam komponen-komponen, kemudian dibuatkan alternatif-alternatif pemecahan beserta konsekuensi masing-masing.
Dengan demikian, maka pimpinan tinggal memilih alternative mana yang sekiranya paling tepat untuk dijadikan keputusan.
Pohon keputusan ini biasanya dipergunakan untuk memecahkan masalah-masalah yang timbul dalam proyek yang sedang ditangani. Selanjutnya Welch dan Comer memberikan definisi mengenai pohon keputusan (decision tree) sebagai berikut:
“The decision tree is a simple diagram showing the possible consequences of alternative decisions. The tree includes the decision nodes chance modes, pay offs for each combination, and the probabilities of each event.”
Menurut Welch, ada 4 komponen dari pohon keputusan yakni : simpul keputusan, simpul kesempatan, hasil dari kombinasi, dan kemungkinan-kemungkinan akibat dari setiap peristiwa yang terjadi. Hal yang kiranya penting dalam pohon keputusan adalah pengambil keputusan itu haruslah secara aktif memilih dan mempertimbangkanbetul-betul alternative mana yang akan dijadikan keputusan
Tipe analisis pembuatan keputusan mana yang akan digunakan sangat tergantung pada kemungkinan-kemungkinan yang rasional dapat dikemukakan terhadap masalah yang dihadapinya. Untuk keperluan tersebut dibutuhkan informasi yang lengkap,upto-date dan dap;at dipercaya kebenarannya, sehingga memudahkan bagi pimpinan untuk mengambil keputusan dengan baik.
Pohon keputusan itu dinamakan juga diagram pohon karena bentuknya berupa diagram. Diagram ini bentuknya seperti pohon roboh. Diagram pohon ini merupakan salah satu langkah yang diperlukan, misalnya dalam pengambilan rancangan bangun proyek. Konsep proses ini pada dasarnya mengikuti teori system, dimana antara komponen yang satu dengan komponen yang lain merupakan mata rantai proses yang berkesinambungan, yang saling bergantung.
Adapun langkah-langkah yang sekiranya perlu dilakukan secara berturut-turut sebagai berikut:
1. Mengadakan identifikasi jaringan hubungan komponen-komponen yang ada yang secara bersama-sama membentuk masalah tertentu yang nantinya harus dipecahkan melalui diagram keputusan. Masalah tertentu itulah yang merupakan masalah utama.
2. Masalah utama itu kemudian dirinci kedalam masalah yang lebih kecil.
3. Masalah yang sudah mulai terinci itu kemudian dirinci lagi kedalam masalah yang lebih kecil lagi. Begitu seterusnya, sehingga merupakan diagram pohon yang bercabang-cabang.
Itulah sebabnya mengapa keputusan atau proses pengambilan keputusan yang dilakukan semacam itu dinamakan diagram pohon. Diagram pohon itu sangat bermanfaat bagi tim yang mengadakan analisi masalah untuk kemudian dipecahkan bersama-sama dalam tim itu karena masalahnya dan pemecahaanya saling berkaitan. Tanpa bantuan anggota tim lainnya masalah yang begitu kompleks tidak akan dapat dipecahkan.
5. Model Kurva Indiferen (Kurva Tak Acuh).
Kurva Indeferen merupakan kurva berbentuk garis dimana setiap titik yang berada pada garis kurva tersebut mempunyai tingkat kepuasan atau kemanfaatan yang sama. Misalnya, penggunaan barang A dan B meskipun kombinasi jumlah masing-masing berbeda, namun apabila semuanya itu berada pada titik kurva indiferen, kepuasa sama.
Kurva Indeferen mempunyai 4 ciri penting, yakni sebagai berikut.

1. Kurva indeferen membentuk lereng yang negatif. Kemiringan yang negatif menunjukan fakta atau asumsi bahwa satu komoditas dapat diganti dengan komoditas lainnya sedemikian rupa sehingga konsumen mempunyai tingkat kepuasan yang tetap sama.
2. Jika ada dua kurva indiferen dalam suatu keadaan atau lingkupan maka keduanya tidak akan saling berpotongan.
3. Hasil yang diperoleh dari asumsi ialah bahwa kurva indiferen ditarik melalui setiap titik sehingga membentuk garis kurva.
4. Kurva indeferen di butuhkan bagi pengorbanan tertentu untuk mendapatkan kepuasan yang optimal.

6. Model Simulasi Komputer.
Menurut model ini, pengambilan keputusan diperlukan rancang bangun (design) yang biasanya menggunakan komputer yang mampu menirukan apa-apa yang dilakukan oleh organisasi. Karena dengan menggunakan komputer, hal ini lebih mudah dihitung dan diketahui besarnya pengaruh variable terhadap dependen. Sebab dengan menggunakan komputer jangkauan pikiran dan pemikirannya secara secara operasional menjadi lebih luas dan panjang serta mampu memecahkan masalah yang kompleks karena komputer dapat menciptakan simulasi (permainan,tiruan) yang dapat menggambarkan dengan tepat seperti kegiatan yang sesungguhnya.

Sebagai contoh,setiap pilot pesawat terbang harus dapat memberi keputusan dengan tepat dan cepat apa yang herus segera dilakukan jika menghadapi situasi yang cukup riskan dalam atau selama penerbangan. Apabila keputusan dan tindakan itu tepat maka selamatlah pesawat terbang dengan segala isinya tetapi apabila ternyata keputusan dan tindakan yang diambil keliru maka akan fatallah penerbangan itu dan pilot bertanggung jawab atas musibah yang dialaminya. Oleh karena itu,setiap calon pilot harus banyak latihan memecahkan masalah penerbangan melalui cockpit tiruan yang bentuk,besar,dan juga instrumennya persis sama dengan cockpit pesawat sungguhan.
Dari hasil latihan simulasi itu calon pilot mendapat instruksi-instruksi yang harus dikerjakan dengan tepat dan cepat untuk menyelamatkan pesawatnya. Jika ia telah cukup mahir menjalankan instruksi, kemudian keteranpilan ditingkatkan dengan memberi masalah kepada calon pilot untuk segera dipecahkan dengan cepat dan tepat. Simulasi penerbangan tersebut semacam video game. Dengan melalui latihan bersimulasi yang intensif calon pilot akan mahir mengemudikan pesawat terbang sungguhan dan barulah di coba dengan pesawat sesungguhnya.

Selanjutnya Robert D.Spech mengelompokkan model dalam rangka analisis kebijakan pengambilan keputusan ke dalam 5 kategori yakni sebagai berikut.
1. Model Matematika
Model matematika ini menggunakan teknik seperti misalnya linear programming, teori jaringan kerja, dsb. komputer dapat digunakan begitu pula dengan kalkulator yang dapat digunakan sebagai alat perhitungan saja bukan sebagai simulator.

2. Model Simulasi Komputer
Model ini merupakan tiruan dari kasus yang sesungguhnya. Ada yang dibuat dengan peralatan dan ukuran yang sama persis dengan yang sesungguhnya misalnya cockpit pesawat dimana calon pilot melatih diri melalui cockpit tiruan tersebut.

3. Model Permainan Operasional
Dalam model ini manusia dijadikan objek yang harus mengambil keputusan. Informasi diperoleh dari komputer atau video game yang menyajikan masalahnya. Misalnya seperti pada permainan perang-perangan (war games),video memberikan informasi dan menyajikan masalah yang berupa datangnya musuh yang akan menyerang kita dengan macam-macam cara penyerangan. Kita diminta mempertahankan diri dan menghancurkan musuh dengan peralatan yang telah disediakan pada video games tersebut.

4. Model verbal
Model verbal adalah model pengambilan keputusan berdasarkan analogi yang lebih bersifat bukan kuantitatif. Dari analog itu kemudian dibuat dalilnya yang kemudian diterapkan untuk menyimpulkan dan mengambil keputusan yang nonkuantitatif.
Anthony down memberikan contoh model verbal yang berupa atau menyangkut birokrasi. Down memandang birokrasi sebagai organisasi yang memiliki 4 ciri,sebagai berikut.
1. Birokrasi mempunyai lingkungan yang cukup luas dimana peringkat tertinggi hanya mengetahui kurang dari setengah dari seluruh anggotanya secara pribadi. Ini berarti bahwa birokrasi itu menghadapi masalah administratif substansial.
2. Bagian terbesar dari anggotanya adalah karyawan penuh yang sangat menggantungkan dari pada kesempatan kerja dan gajinya pada organisasi itu. Ini berarti bahwa pada anggotanya sangat terikat pada pekerjaannya.
3. Upahnya, kenaikan pangkatnya, dan sebagainya itu sangat tergantung pada prestasinya dalam organisasi itu atau ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh organisasi tersebut.
4. Sebagian besar dari hasil itu secara tidak langsung dinilai dalam pasaran. Prestasi kerja para anggota atau karyawan secara tidak langsung juga ikut menentukan pasaran hasil organisasinya/perusahaannya.

Dengan demikian, maka faktor intern (fungsi) dan faktor ekstern (lingkungan) ikut berperan dan oleh karena itu perlu mendapat perhatian. Dalam pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pimpinan, maka analogi terhadap berlakunya dalil dan faktor-faktor tersebut harus juga menjadi bahan pertimbangan.

5. Model fisik
Dalam menjalankan kebijakan pemerintah model fisik ini tidak begitu penting untuk dianalisis. Model ini,misalnya model dalam rangka pembuatan bangunan atau tata kota. Dalam model pengambilan bangunan misalnya berlaku model perencanaan jaringan kerja atau model PERT dan yang sejenisnya. Model ini merupakan serangkaian keputusan dalam program pembangunan dan pengembangan yang cukup kompleks. Bagian-bagian mana yang dapat dilakukan secara serentak, dalam arti tidak usah berurutan dan bagian-bagian mana yang mengerjakan bagian berikutnya. Ini lebih merupakan tugas dan pengambilan keputusan seorang insinyur daripada policy maker.

Senin, 13 Juni 2011

70 Kata-kata Bijak dari Orang Terkenal di Dunia

1. Marah itu gampang. Tapi marah kepada siapa, dengan kadar kemarahan yang pas, pada saat dan tujuan yang tepat, serta dengan cara yang benar itu yang sulit. (Aristoteles)
2. Kesakitan membuat Anda berpikir. Pikiran membuat Anda bijaksana. Kebijaksanaan membuat kita bisa bertahan dalam hidup. (John Pattrick).
3. Jangan pernah melupakan apa pun yang dikatakan seseorang ketika ia marah, karena akan seperti itu pulalah perlakuannya pada Anda. (Henry Ward Beecher)
4. Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari satu kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa kehilangan semangat. (Winston Chuchill)
5. Bakat terbentuk dalam gelombang kesunyian, watak terbentuk dalam riak besar kehidupan. (Goethe)
6. Secara teoritis saya meyakini hidup harus dinikmati, tapi kenyataannya justru sebaliknya – Karena tak semuanya mudah dinikmati. (Charles Lamb)
7. Orang yang menginginkan impiannya menjadi kenyataan, harus menjaga diri agar tidak tertidur. (Richard Wheeler)
8. Bila Anda ingin bahagia, buatlah tujuan yang bisa mengendalikan pikiran, melepaskan tenaga, serta mengilhami harapan Anda, (Andrew Carnegie).
9. Kita hanya berfikir ketika kita terbentur pada suatu masalah. (John Dewey)
10.Kesalahan orang lain terletak pada mata kita, tetapi kesalahan kita sendiri terletak di punggung kita. (Ruchert)
11.Yang baik bagi orang lain adalah selalu yang betul-betul membahagiakannya. (Aristoteles)
12.Semua yang riil bersifat rasional dan semua yang rasional bersifat riil. (Hegel)
13.Sebelum menolong orang lain, saya harus dapat menolong diri sendiri. Sebelum menguatkan orang lain, saya harus bisa menguatkan diri sendiri dahulu. (Petrus Claver)
14.Lebih baik bertempur dan kalah daripada tidak pernah bertempur sama sekali. (Arthur Hugh Clough)
15.Hidup adalah lelucon yang baru saja dimulai. (W.S. Gilbert)
16.Orang yang bisa menggunakan dan menyimpan uang adalah orang yang paling bahagia, karena ia memiliki kedua kesenangan. (Samuel Johnson)
17.Kebijaksanaan tidak pernah berbohong. (Homer)
18.Tuhan sering mengunjungi kita, tetapi kebanyakan kita sedang tidak ada di rumah. (Joseph Roux)
19.Seorang pendengar yang baik mencoba memahami sepenuhnya apa yang dikatakan orang lain. Pada akhirnya mungkin saja ia sangat tidak setuju, tetapi sebelum ia tidak setuju, ia ingin tahu
dulu dengan tepat apa yang tidak disetujuinya. (Kenneth A. Wells)
20.Seorang pria sudah setengah jatuh cinta kepada wanita yang mau mendengarkan omongannya dengan penuh perhatian. (Brenden Francis)
21.Kebahagian hidup yang sebenarnya adalah hidup dengan rendah hati. (W.M. Thancheray)
22.3×25 Watt ? 75 Watt
Sebuah bola lampu berukuran 75 watt kelihatan bersinar lebih terang dibandingkan dengan tiga buah bola lampu 25 Watt yang dinyalakan bersamaan.
23.Dari semua hal, pengetahuan adalah yang paling baik, karena tidak kena tanggung jawab maupun tidak dapat dicuri, karena tidak dapat dibeli, dan tidak dapat dihancurkan. (Hitopadesa)
24.Bila orang mulai dengan kepastian, dia akan berakhir dengan keraguan. Jika orang mulai dengan keraguan, dia akan berakhir dengan kepastian. (Francis Bacon)
25.Cuma sedikit orang yang menginginkan kebebasan, kebanyakan hanya menginginkan seorang tuan yang adil. (Gaius Sallatus Crispus)
26.Tak diinginkan, tak dicintai, tidak diperhatikan, dilupakan orang, itu merupakan derita kelaparan yang hebat, kemiskinan yang lebih besar daripada orang yang tak bisa makan. Kita harus saling merasakan hal itu. (Ibu Teresa)
27.Pengalaman bukan saja yang telah terjadi pada diri Anda. Melainkan apa yang Anda lakukan dengan kejadian yang Anda alami. (Aldous Huxley)
28.Dunia adalah komedi bagi mereka yan memikirkannya, atau tragedi bagi mereka yang merasakannya. (Harace Walpole)
29.Saya percaya kata managing berarti memegang burung dara di kepalan tangan. Kalau terlalu kencang ia akan mati. Tapi bila terlalu kendur, bisa terlepas. (Tommy Lasorda)
30 Sejarah manusia merupakan tanah pemakaman dari kebudayaan-kebudayaan yang tinggi, yang rontok karena mereka tidak mampu melakukan reaksi sukarela yang terencana dan rasional untuk menghadapi tantangan. (Erich Fromm)
31.Kemajuan merupakan kata yang merdu. Tetapi perubahanlah penggeraknya dan perubahan mempunyai banyak musuh. (Robert F. Kennedy)
32.Kita mengajarkan disiplin untuk giat, untuk bekerja, untuk kebaikan, bukan agar anak-anak menjadi loyo, pasif, atau penurut. (Maria Montessori)
33.Tugas dan pendidikan ialah mengusahakan agar anak tidak mempunyai anggapan keliru bahwa kebaikan sama dengan bersikap loyo dan kejahatan sama dengan bersikap giat. (Maria Montessori)
34.Kemampuan menertibkan keinginan merupakan latar belakang dari watak. (John Locke 1632-1704)
35.Kebahagian dari setiap negara lebih bergantung pada watak penduduknya daripada bentuk pemerintahannya. (Thomas Chandler Haliburton 1796-1865)
36.Menyikat lantai dan mencuci pispot sama mulianya seperti menjadi presiden. (Richard M. Nixon)
37.Jangan pernah membanting pintu, siapa tau kita harus kembali. (Don Herold)
38.Diplomat ialah orang yang selalu ingat pada ulang tahun seorang wanita tetapi tidak pernah ingat berapa umur wanita itu. (Robert Frost)
39.Orang yang paling tidak bahagia ialah mereka yang yang paling takut pada perubahan. (Mignon McLaughlin)
40.Kalau manusia berangsur menjadi tua, umumnya ia cendrung menetang perubahan, terutama perubahan ke arah perbaikan. (John Steinbeck)
41.Selama hidup saya yang sudah 87 tahun ini, saya telah menyaksikan serentetan revolusi teknologi. Tetapi tidak satu pun diantaranya yang tidak membutuhkan watak yang baik atau kemampuan untuk berfikir. (Bernard M. Baruch)
42.Pendidikan mempunyai akar yang pahit, tapi buahnya manis. (Aristoteles)
43.Pendidikan mengembangkan kemampuan, tetapi tidak menciptakannya. (Voltaire)
44.Pendidikan yang baik tidak menjamin pembentukan watak yang baik. (Fonttenelle)
45.Setelah makan, pendidikan merupakan kebutuhan utama rakyat. (Danton)
46.Kerendahan hati disukai orang-orang terkenal. Namun orang yang bukan apa-apa sulit untuk rendah hati. (Paul Val?ry)
47.Emansipasi merupakan seni untuk berdiri di atas kaki sendiri namun dipeluk tangan orang lain. (Alex Winter)
48.Sebelum menikah saya mempunyai enam teori tentang bagaimana mendidik anak. Kini saya mempunyai enam anak dan tidak mempunyai teori. (John Wilmot, Earl of Rochester 1647-1680)
49.Kebahagiaan itu seperti batu arang, ia diperoleh sebagai produk sampingan dalam proses pembuatan sesuatu. (Aldous Huxley)
50.Dari pesawat terbang yang saya cintai, saya melihat ilmu pengetahuan yang saya puja memusnahkan kebudayaan, padahal saya mengharapkan mereka dimanfaatkan untuk kebudayaan. (Charles A. Lindbergh, Jr.)
51.Harapan adalah tiang yang menyangga dunia. (Pliny the Elder)
52.Alat penghemat kerja yang paling populer sampai saat ini masih tetap suami yang berada. (Joey Adams)
53.Seorang arkeolog merupakan suami yang terbaik yang bisa diperoleh wanita; makin tua si istri, makin besar minat suami terhadapnya. (Agatha Cristie)
54.Saya lebih suka lamunan untuk masa akan datang daripada sejarah masa lalu. (Thomas Jefferson 1743-1826)
55.Jangan memberi nasehat kalau tidak diminta. (Erasmus)
56.Manusia mudah dibohongi oleh orang yang dicintainya. (Molire)
57.Sebelum menulis, belajarlah berpikir dulu. (Boileau)
58.Orang yang berjiwa cukupan, merasa bisa menulis dengan hebat. Orang yang berjiwa besar merasa bisa menulis cukupan. (La Bruyère)
59.Kemenangan yang paling indah adalah bisa menaklukkan hati sendiri. (La Fontaine)
60.Tidak ada yang selembut dan sekeras hati. (G.C. Lichtenberg)
61.Lebih baik mengerti sedikit daripada salah mengerti. (A. France)
62.Orang memerlukan dua tahun untuk berbicara, tetapi limapuluh tahun untuk belajar tutup mulut. (Ernest Hemingway)
63.Penulis buku jarang intelektual. Intelektual ialah mereka yan berbicara tentang buku yang ditulis orang lain. (Françoise Sagan)
64.Orang yang mencemarkan udara dengan pabriknya dan anak ghetto yang memecahkan kaca etalase toko menunjukkan hal yang sama. Mereka tidak peduli pada orang lain. (Dhaniel Patrick Moynihan)
65.Mereka yang bermimpi di siang hari akan lebih menyadari bahaya yang luput dari penglihatan mereka yang mimpi di malam hari. (Edgar Allen Poe)
66.”Mulai” adalah kata yang penuh kekuatan. Cara terbaik untuk menyelesaikan sesuatu adalah, “mulai”.Tapi juga mengherankan, pekerjaan apa yang dapat kita selesaikan kalau kita hanya memulainya. (Clifford Warren)
67.Saya tak hanya menggunakan semua kecerdasan yang dimiliki otak melainkan juga yang dapat saya pinjam. (Woodrow Wilson)
68.Yang kalah adalah wujud hukuman atas kegagalan. Pemenang adalah penghargaan atas kesuksesannya. (Bob Gilbert)
69.Bila Anda mengatakan apa yang Anda pikirkan, jangan harap hanya mendengar apa yang Anda sukai. (Malcom S. Forbes)
70.Kesulitan itu ibarat seorang bayi. Hanya bisa berkembang dengan cara merawatnya. (Douglas Jerrold)